KONSULTASI Email ke : kadonyan99@gmail.com
google_ad_client = "pub-6102853269265692"; google_ad_host = "pub-1556223355139109"; /* 300x250, created 3/3/11 */ google_ad_slot = "8655118434"; google_ad_width = 300; google_ad_height = 250; google_language = "en" //-->
KONSULTASI eMAIL KE : kadonyan99@gmail.com

Demi Uang Aku Kawin dengan Genderuwo

Kasih anak sepanjang galah, kasih ibu sepanjang jalan! Pepatah ini kiranya cukup pas untuk menggambarkan betapa kerasnya perjuangan Retno Kumala (46), si pemilik kisah Catatan Hitam kali ini. Demi masa depan kedua anaknya, ia nekad memilih jalan hidup yang mungkin sangat sulit dijelaskan dengan nalar. Ia rela kawin dengan genderuwo. Ini ia lakukan bukan semata-mata karena ia mendambakan hidup bahagia dengan limpahan harta dari suaminya yang berasal dari dunia gaib tersebut. Namun, sekali lagi, ia melakukannya demi masa depan  kedua anaknya yang telah lama ditinggal pergi oleh ayahnya.
Tapi, bagaimana kenyataan selanjutnya yang harus ia hadapi? Kepada Pengasuh rubrik kesayangan ini Retno Kumala mengisahkan Catatan Hitam hidupnya itu secara lengkap. Selamat mengikuti…!
Kehidupan rumah tanggaku pada awalnya sangat bahagia. Suamiku, Warijo, seorang pria yang sangat bertanggungjawab. Ia juga ayah yang baik dan sangat menyayangi ketiga anaknya.

Gara-gara Bertapa di Goa Langse

Goa Langse terletak di kaki tebing Pantai Parangtritis. Walau medannya sulit dijangkau namun banyak peziarah yang menantang maut untuk mendatanginya.Salah satunya adalah Gino. gara-gara suka judi dan main perempuan, pria asal Bantul, Yogyakarta ini usahanya bangkrut.
Karena prilaku suaminya yang sudah keterlaluan Marni, istri Gino, memilih kembali ke rumah orang tuanya dengan memboyong anak mereka yang masih balita. ”Aku tak tahan hidup serumah dengan penjudi dan suka selingkuh. Lebih baik aku kembali ke rumah orang tuaku.” Demikian salah sebagian isi surat  Marni yang ditinggalkannya di meja makan.

Aura Mistis di Gunung Watu Temanggung

Sepintas lalu, perbukitan yang terletak di Desa Seseh, Kec. Gemawang, Kab. Temanggung, tak jauh beda dengan perbukitan daerah lainnya. Namun di balik semua itu, ternyata di lokasi perbukitan yang dikenal oleh masyarakat setempat dengan nama Gunung Watu ini, terdapat komunitas makhluk halus yang luar biasa dan sangat peduli dengan kelestarian lingkungan.
Pengalaman ini berawal pada bulan Februari 2004, ketika Misteri bersama rekan sebanyak sepuluh orang mengadakan touring ke Desa Seseh. Selain kami sudah jenuh dengan keramaian Yogyakarta, juga dikarenakan pada bulan itu bertepatan dengan musim panen di Desa Seseh. Jadi sekalian membantu hasil kebun di perkebunan orang tua salah seorang teman.
Setelah hari pertama dan kedua kami sibuk memanen kopi, pada hari ketiga Misteri dan rombongan merencanakn kembali ke Yogyakarta. Sebelum pulang, pada pagi harinya kami berkeinginan melakukan pendakian ke puncak Gunung Watu. Selain dikarenakan keindahan pemandangannya, juga karena banyaknya cerita mistis yang beredar di seputar Gunung Watu. Hal inilah yang membuat Misteri penasaran untuk membuktikan kebenarannya.

kAYA GARA-GARA KAIN MORI MAYAT JUMAT KLIWON

Inilah nasib manusia, hampir tak ada tempat yang tenang untuk berdiam di muka bumi ini. Bahkan sesudah meninggal pun masih saja ada manusia yang usil untuk mengganggunya. Mungkin pembaca masih ingat peristiwa beberapa tahun yang lalu di desa Pelumutan, Purbalingga. Sumanto dengan berani dan nekat mengusik ketenangan mayat nenek Rinah dengan mencuri tubuhnya untuk dimakan. Lain lagi Parman, 40 tahun, (bukan nama sebenarnya), seorang nelayan warga desa Kawunganten, Cilacap. Dia mengusik mayat seseroang dengan maksud hanya untuk mengambil kain morinya sebagai media pesugihan. Parman dengan tega mengabil satu-satunya barang si mayat yang dia bawa ke alam kuburnya, yaitu selembar kain mori.